HUKUM LEMAH TANAH NEGARAKU SUBUR AKAN KORUPTOR
Korupsi menjadi suatu permasalahan di Indonesia sejak lama, bahkan yang melakukan korupsi sudah tidak mengenal kasta atau kelas lagi, mulai dari para pejabat negara sampai aparat kepala desa. Perilaku korupsi sudah menjadi suatu budaya di Indonesia karena telah dilakukan secara sadar maupun tidak sadar selama menjalani kehidupan sehari-hari. Suatu perilaku yang bersifat seperti biasa saja, namun merupakan praktik korupsi, orangtua calon mahasiswa memberikan sejumlah uang kepada panitia penerimaan mahasiswa baru agar anaknya dapat diterima di perguruam tinggi negeri yang diinginkan. Mohammad Hatta pernah mengatakan bahwa korupsi adalah masalah budaya. Pernyataan dari bung Hatta ini dapat disimpulkan bahwa korupsi di Indonesia tidak mungkin bisa diberantas kalau masyarakatnya sendiri tidak bertekad untuk memberantasnya. Sangat miris melihat kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah bahkan membuat iri negara lain, bisa dikatakan negeri ini sebagai "serpihan surga”. Pertanyaannya yang akan selalu menghantui dipikiran orang yang peduli akan nasib negeri ini, kenapa kemiskinan semakin banyak, bukannya semakin berkurang? Manusia begitu konsumtif, pemimpin yang ingkar janji, melupakan janji manisnya membuat mereka rakus, tamak dan tak sadar diri. Berlomba-lomba memupuk kekayaan menjadi dambaan entah dari mana diperolehnya. Harta yang bukan haknya dan hanya menjadikan kepentingan pribadi dan kelompok diatas segalanya. Marilah lihat seberapa subur tanah negara Indonesia oleh koruptor.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada sebanyak 1.053 perkara korupsi dengan 1.162 terdakwa pada 2018. Data ini direkap ICW dari putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan pada tingkat pengadilan negeri (PN), pengadilan tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA). Dari total lebih dari seribu perkara korupsi yang masuk ke meja hijau terjadi peningkatan vonis hukuman kepada para terdakwa. Namun demikian, menurut kajian ICW, mayoritas terdakwa di vonis tergolong dalam kategori hukuman ringan. Pada 2018, ICW menemukan sebanyak 918 terdakwa atau 79% dari 1.162 terdakwa mendapatkan vonis hukuman ringan dan sebanyak 180 terdakwa atau 15,49% mendapatkan vonis hukuman sedang. Sisanya atau sebanyak 9 terdakwa (0,77%) mendapatkan vonis hukuman berat. Vonis perkara korupsi di tingkat pengadilan terbagi menjadi tiga kategori, yakni kategori ringan (1-4 tahun), sedang (di atas 4 sampai 10 tahun) dan berat (di atas 10 tahun). Sumber : https://www.alinea.id/nasional/mayoritas-koruptor-masih-dihukum-ringan-b1XeD9jyT.
Data
lainnya dari ICW ada 158 Perangkat desa menjadi terdakwa kasus korupsi pada
tahun 2018. Kasus korupsi perangkat desa berhubungan dengan pengelolaan dana
desa yang diberikan pemerintah pusat. Pendataan yang dilakukan oleh ICW menempatkan
peringkat pertama ditempati oleh pejabat pemerintah provinsi/kota/kabupaten
dengan 319 terdakwa atau 27,48%, disusul swasta dengan 242 terdakwa atau
20,84%, dan ketiga perangkat desa dengan 158 terdakwa atau 13,61 %. Terlihat sangat
jelas data ICW terhadap kasus korupsi di Indonesia sangat memprihatinkan, hamper
segala kalangan pejabat pemerintah pusat maupun daerah. Apa yang sebenarnya salah dengan negeri ini? Apakah hukum telah melemah karena orang-orang pemerintahan?
Kasus
korupsi sudah membudaya dalam tata kelola pemerintahan, bahkan sudah membudaya
di tengah-tengah sebagian masyarakat, sehingga untuk mengikisnya memang
diperlukan upaya yang sangat ekstra dan kesungguhan yang luar biasa. Mulailah
dari pribadi masing-masing untuk membiasakan bertindak jujur karena ketika kita
berbohong, masalah baru yang lebih besar akan muncul.
Komentar
Posting Komentar
Terimaksih atas pendapat pembaca, semoga bisa menjadi perbaikan diri menjadi lebih baik.